KOMITMENT - Bukan Sekedar Komat-Kamit!

Paradigma Baru - Komitmen
Wah, kadung janji bicara soal komitmen pada postingan sebelumnya! Tetapi karena saya punya komitmen, maka saya penuhi sekarang! Pada kesempatan yang pertama setelah postingan itu. Ini menunjukkan kalo saya committed!

"Emangnya itu tanda kalo ente punya komitmen?!" sanggah anda gitu, kan?

Yup! Emang benar! Salah satu tanda seseorang memiliki komitmen yang kuat terhadap sesuatu yang di'komit'kan (ini bahasa maksain) adalah menempatkannya pada prioritas yang pertama. Tidak pake 'ntar-sok' alias entar dulu atau besok, penuh janji yang tak pasti. Prioritas itu tuntutan utama dan pertama untuk melihat tingginya komitmen seseorang. Kalo dia bilang sudah komit (maksudnye, committed) tapi lalu menyisihkan pekerjaan yang sudah di komit itu, anda pantas meragukan komitmennya!

"Kenapa begitu dan semudah itu? Enak aja maen tuduh!" anda protes lagi kan?

Jawabnya, ya iya..lah! Coba kita telusuri asal bahasa ini. Dari sononya berasal dari kata commitment yang tidak ada padanan katanya dalam bahasa Indonesia. Roh, jiwa atau semangat dari kata commitment tidak cukup hanya diwakili oleh satu kata dalam kosa kata kita seperti tekad atau niat atau janji atau ikrar atau nazar atau silakan anda cari sediri yang lain. Oleh karena itu orang lalu mengadopsinya ke dalam bahasa Indonesia dengan mengganti huruf C dengan K dan menghilangkan satu hirif (duh..ini salah pencet!) huruf M yang berjejer serta huruf T diakhir kata itu, jadilah kata dalam bahasa Indonesia, hehehe!

Gampang kan?

Gampang sih iya, tapi kita harus merenung dalam-dalam apa artinya itu? Bukankah pepatah mengatakan 'Bahasa menunjukkan Bangsa'? Nah, kalo bahasa kita ndak ada kata itu sebelumnya berarti bangsa kita selama ini tidak akrab, tidak terbiasa atau malah tidak kenal dengan urusan yang namanya komitmen itu! Iya, kan? We..ladalah!

Atau, malah mungkin sudah sangat bersatu dalam kehidupan kita sehari-hari sehingga tak perlu membuat kata khusus untuk itu. Contohnya, orang Bali. Setiap kali saya bertanya kepada orang Bali padanan kata 'seni' atau 'art' dalam bahasa Bali, mereka kebingungan menjawabnya. Tetapi semua orang tahu, bahkan sudah mendunia, kalau masyarakat Bali sangat akrab dengan seni dalam setiap relung dan detak kehidupan mereka. Kalo ente orang Bali dan paham bahasa Bali (karena ada teman saya berdarah Bali, Made namanya, tak bisa bahasa Bali. Soalnya dia itu Made in Japan alias lahir dan besar di Jepang) dan tahu kata itu dalam bahasa Bali, mohon saya dikasih tahu (bukan duit) ya? Sing nyak? Nyak lah!

Beda, kan dengan kasus kata komitmen dalam bahasa Indonesia itu?

Jadi..., sekedar untuk menghibur hati, pantaslah kalau kita tidak pandai berkomitmen. Wong nggak kenal dengan dia! Lah, lalu bangsa macam apa kita ini, kalau tak pernah punya komitmen? Apa kata dunia? Zaman begini gak punya komitmen! Siapa yang mau percaya dengan kita (kalo rakyat sih udah dari dulu gak percaya sama para pemimpin negeri ini, cuma mereka diam saja. Cape dengerin pepesan kosong!)? Para pemimpin kita biasa hanya bisa memberi janji tanpa bukti dengan gaya orator ulung komat-kamit mengumbar angin surga sambil tebar pesona. Pantes saja profesi dukun tumbuh subur di negeri ini, modalnya cuma komat-kamit tak perlu usaha. Kalo nggak berhasil pasiennya gak berani menuntut, takut disantet. Kesian deh lu, eh gue juga!

Mudheng ra kowe?
Kalo belum ya pantes, wong arti komitmen belum saya jelaskan, toh!

Gini, sesungguhnya komitmen berarti mengikatkan diri sepenuh jiwa dan raga untuk melakukan sesuatu hingga berhasil. Coba simak setiap ungkapan kata diatas itu. Pertama mengikat diri, artinya ente tak bisa melepaskan begitu saja seenaknya. Wong sudah terikat, kok. Yang kedua sepenuh jiwa dan raga, artinya yang terikat itu jiwa, hati dan pikiran serta tubuh, fisik dan badan wadag ente kepada sesuatu itu. Tak ada hal lain yang yang ada di dalam pikiran dan hati anda selain dia. Tak ada sesuatu yang lain yang anda kerjakan selain ngerjain dia. Makanya jelas jadi prioritas! Tul, nggak? Lalu yang ketiga, hingga berhasil, artinya kalo belum berhasil tak akan menyerah. Never give up bahasa kerennya. Orang yang komit akan merasa selalu penasaran jika sesuatu itu belum berhasil dilakukannya dengan baik!

Nah, lo! Berat, kan konsekuensi dari sebuah komitmen! Makanya kata orang sono, Do not order if you can't pay!

Mau tahu bagaimana mengukur komitmen seseorang secara mudah dan sistematis? Kalo iya, baca terus aja, kalo kagak mau.. berhenti disini dan cari tulisan yang lebih seronok di blog lain. Please, GO to other BLOG!

Ada lima cara mengukur tingginya komitmen seseorang.
Yang Pertama, Prioritas itu tadi. Ini udah dijelaskan diatas ya, nggak usah diulang.
Yang kedua, Ngotot atau Persisten. Seberapa ngotot yang bersangkutan membela atau mempertahankan keberadaan sesuatu itu dari ancaman penggusuran atau peniadaan terhadapnya karena orang lain melihat itu tidak penting, menunjukkan seberapa tiggi komitmenya. Misalnya bos anda punya proyek lain yang dia anggap penting lalu hendak mengkansel pekerjaan yang sudah menjadi komitmen anda padahal sebelumnya juga sudah disetujui oleh organisasi anda. Sebagai orang yang punya komitmen (apalagi kalo telah melibatkan tim di dalamnya) anda harus berusaha mempertahankannya agar tidak begitu saja digusur. Kalo ente dengan enteng mengalah saja, orang akan melihat kalo ente tidak punya komitmen itu. Berat, kan?
Yang ketiga, Sumberdaya. Orang yang memiliki komitmen tinggi bisa diukur dari seberapa besar sumberdaya yang bisa dia sediakan. Kalo ada bos yang sudah komit terhadap suatu pekerjaan lalu anda minta tenaga SDM tertentu yang mumpuni tetapi dia bilang tidak boleh karena akan dipakai olehnya sendiri dan anda hanya dikasih orang yang nggak becus, anda patut meragukan komitmen bos anda itu. Paling tidak kalau dia tidak bisa menyediakan, biasanya dan terutama soal sumber dana, dia bisa menolong mencarikannya. Itu berarti dia punya komitmen. Hatinya ada disana!
Yang ke empat, Kreativitas. Pekerjaan apapun di bumi ini tidak selamanya sesuai dengan yang direncanakan, meskipun telah dipersiapkan sebaik mungkin. Nah, ketika menghadapi berbagai kendala, rintangan atau kesulitan, seorang yang punya komitmen tinggi akan 'ngulik', kreatif mencari jalan keluarnya. Dia tidak akan berkata 'Wah sulit dan susah, sudah alit juga basah!" terus bengong toleh sana-toleh sini seperti kerbau tengah memamah biak.
Yang terakhir, Rencana Tindak Lanjut. Sering terdengar bos yang bilang dia komit, tetapi kalau diajak memikirkan rencana rincian tindak lanjut dia enggan. Alasannya biasanya tidak punya waktu atau itu tugas anda karena sudah dia delegasikan. Malah sering kata-kata manis yang penuh tipu yang anda dengar, "Saya percayakan sepenuhnya kepada saudara!" Pedehel, pendelegasian bukan berarti lepas tangan, pokoknya terima beres saja. Itu oper hendel namanyo, kata orang Padang. Dan jangan kaget kalo pekerjaan itu menuai kesalahan di kemudian hari, dia dengan enteng akan cuci tangan seperti Pilatus. Mana komitmennya? Mestnya, paling tidak dia mau tahu (bukan hanya mau duit) tentang langkah rinci yang telah anda susun dan memberikan persetujuan dan saran agar lebih efektif. Itu bos yang komit! Kalo nggak mau, dia pasti sedang komat-kamit merapal mantera sakti para bos "Emangnya untuk apa punya anak buah!"

So, bakso n soto...! Berat kan menyatakan komitmen itu. Tapi, gak papa! Kita memang perlu berlatih banyak untuk berbudaya komitmen, Yok kita coba!

"Selamat Mencoba!"

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silakan memberi komentar, apapun pendapat anda itu milik anda.

Paling Banyak Dibaca

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

Oh Indonesiaku

Gerakan Masyarakat Hirau Aturan